Rabu, 12 Desember 2007

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
UNTUK PEMBANGUNAN CITRA PARTAI POLITIK

Oleh :

Agus Naryoso[1]

Abstraksi

Peta persaingan dalam area politik Indonesia menunjukkan tingkat kompetisi yang tinggi hal tersebut disebabkan karena system multipartai dalam politik nasional dan semakin berkembangnya iklim demokrasi. Kondisi tersebut menciptakan konsekuensi partai politik agar mempunyai strategi komunikasi yang paling efektif untuk mendapatkan dukungan public yang besar. Kegiatan Corporate Social Responsibility adalah bentuk kegiatan komunikasi yang mempunyai manfaat sangat besar bagi pembangunan citra partai politik. Kegiatan tersebut akan berhasil dengan baik bila dilakukan dengan mengusung prinsip keberlanjutan, terencana dan terprogram serta mendukung pembangunan berkelanjutan. Setelah kegiatan Corporate Social Responsibility ditetapkan perlu bagi partai politik untuk mengkomunikasikan kepada khalayak yang lebih luas sehingga akan membangun persepsi dan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi kepada partai politik sehingga terbangun reputasi dan citra yang baik.

Keyword : Politik, Citra, Corporate Social Responsibility

Abstract

Political Competition in Indonesia shows strong level of competition. This is due to the multpartit system applied in Indonesia and the risk for democrcy climate. This condition bring of consequency that political party should have an effective communication. Strategy to get public support. Corporate Social Responsibility is one of a communication. Activites that has a huge impact toward the development of political parties’ image. This Corporate Social Responsibility activities will be effective only it is conducted using a continuity integrated an sustainable principle. However after the implementation of Corporate Social Responsibility it is necessary for political parties to keep communicating thr result to the public in order to build a hire of trust and positive image.

Keyword : Politic, Image, Corporate Social Responsibility


Pendahuluan

Perkembangan demokrasi di Indonesia menunjukkan kondisi yang sangat pesat, hal tersebut ditandai dengan semakin terbukanya kesempatan bagi setiap masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam politik secara lebih terbuka. Partisipasi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk kebebasan mengemukakan pendapat serta kebebasan untuk menyampaikan atau mengaspirasikan hak politik rakyat kepada partai atau kepada individu yang disukai dan dipercayai. Selain itu kebebasan dalam berdemokrasi untuk menyampaikan pendapat dapat juga dilakukan melalui media massa sehingga pesan atau informasi yang dikirimkan dapat menjangkau publik yang lebih luas.

Kehidupan demokrasi di Indonesia setelah era reformasi memang menunjukkan perkembangan yang relative lebih pesat di bandingkan dengan Negara tetangga di kawasan ASEAN, bahkan di Myanmar demokrasi sengaja dimatikan dengan membatasi ruang gerak, menahan tokoh oposan dan mematikan para pengunjuk rasa. Gambaran tentang kemajuan demokrasi Indonesia senada dengan yang dikemukakan oleh Anwar Ibrahim mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia yang mengatakan bahwa kemajuan demokrasi Malaysia sangat tertinggal jauh di banding dengan Indonesia, itu terlihat dengan dijaminnya kebebasan berpendapat dan tidak dikungkungnya media massa oleh pemerintah (Suara Merdeka, 17 November 2007)

Kondisi tersebut diatas pada substansinya memberikan pemaknaan bahwa sebagai sebuah Negara Indonesia memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada setiap warga Negara untuk menyampaikan pendapat dan kritik, serta berperan serat aktif dalam kehidupan demokrasi. Kondisi seperti inilah yang ditangkap dan menjadi peluang bagi sebagian masyarakat yang memiliki ketertarikan dalam dunia politik dan demokrasi. Dalam perkembangannya peluang tersebut melahirkan banyak sekali individu dan kelompok masyarakat untuk membentuk media atau organisasi politik sebagai sarana berpartisipasi aktif dalam demokrasi.

Perkembangan politik dan demokrasi di Indonesia sangat signifikan, hal tersebut terlihat dari banyaknya jumlah partai politik yang didirikan pasca reformasi. Partai-partai tersebut didirikan dengan tujuan untuk sebanyak-banyaknya menjaring dan mendapatkan simpatisan politi sehingga semakin menegaskan kedudukan, eksistensi serta kiprah parati dalam dunia demokrasi dan politik di Indonesia.

Respon dan antusiasme yang tinggi dari masyarakat Indonesia tersebut semakin mendapatkan tempat yang tepat untuk berkembang ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang pemilihan langsung kepala daerah dengan dikeluarkannya Undang Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemilihan paket pasangan kepala daerah yang akan dilaksanakan langsung oleh rakyat. Kondisi seperti ini dimana pemilihan umum yang diselenggarakan secara langsung dalam era multi partai telah menjadi ajang kompetisi terbuka bagi para kontestan dalam adu tawar memenagkan kepercayaan rakyat (Wibawanto, 2006, 2).

Realitas politik dalam dukungan massa yang besar menjadikan dunia politik sebagai ranah yang sangat menjanjikan untuk memperkuat eksistensi. Kemampuan partai politik dalam menmikat massa dan menjadikan sebagai simpatisan yang loyal menjadi tolok ukur keberhasilan sebagai partai politik atau personal politik. Dalam konteks ini yang kemudian berkembang adalah wacana tentang strategi paling jitu untuk dapat menarik sebnayak-banyaknya pengikut sehingga partai akan menjadi besar serta memiliki posisi tawar politik yang kuat. Strategi tersebut dapat dikembangkan dengan memadupadankan berbagai pendekatan seperti marketing, komunikasi, sosial dan budaya. Di Negara-negara maju, penerapan prinsip-prinsip marketing telah meluas ke luar institusi-institusi bisnis. Di Amerika Serikat ahli-ahli pemasaran sangat terlibat dalam persaingan memperebutkan kursi presiden atau parlemen. Jelas sekali bahwa marketing telah menerobos ranah-ranah baru yang secara tradisonal bukan dianggap area marketing (Nursal, 2004, 6)

Dalam prakteknya banyak sekali politikus yang menerapkan dan menggunakan pendekatan marketing dalam memasarakan organisasi politik. Berbagai elemen dihitung, diprediksikan serta dianalisis dengan harapan akan menghasilkan efektifitasnya yang tinggi berupa peningkatan jumlah pemilih dan anggota yang loyal. Oleh para akademisi diproyeksikan bahwa konsep political marketing tersebut akan berkembang sangat pesat di Indonesia hal tersebut dikarenakan sistem multipartai yang memungkinkan siapa saja boleh mendirikan partai politik dan-konsekuensinya- menyebabkan persaingan tajam antar partai politik. Konsep yang di gagas oleh Nursal (2006:9) tersebut memberikan sebuah gambaran kondisi dan suasana politik menyebabkan tingginya kompetisi karena banyak para pemain yang memperebutkan kelompok pasar yang sama. Dalam kapasitas ini kecerdasan dan kreatifitas partai politik akan sangat menentukan jumlah pasar yang di dapatkan dan mengikatnya menjadi anggota yang setia.

Dalam perspektif ilmu komunikasi kegiatan marketing akan dapat berlangsung sangat efektif ketika didukung dengan aktifitas komunikasi yang cerdas, menarik dan kreatif. Hal tersebut nejadi model yang mencoba menawarkan alternatif kampanye komunikasi model konvensional seperti pengerahan massa basis pendukung partai. Banyak ilmuwan atau bahkan praktisi komunikasi politik mempertanyakan efektifitas dari model komunikasi tersebut. Lebih ekstrem lagi banyak pihak yang menyangsikan karena model tersebut lebih banyak membawa dampak negatif ketimbang nilai positifnya. Model pengerahan massa secara terbuka memungkinkan sekali terjadi konflik fisik antar pendukung partai atau individu politik. Memang tidak semua partai politik memiliki dan menggunakan model tersebut, beberapa partai politik memiliki strategi pemasarn politik yang berfokus pada upaya menciptakan image yang kuat melalui berbagai media komunikasi yang ada. Menurut Wibawanto (2006:7) strategi brand image diikuti dengan upaya melaunching produk-produk yang dianggap khas menandai identitas politiknya. Program dan platform, tokoh dan pencitraannya, gagasan baru dan implementasinya, kegiatan organisasi dan plan aksi, seremoni dan event promosi digelar disana-sini melalui pendayagunaan semua media.

Hampir semua partai politik menggunakan pendekatan brand image untuk mempengaruhi pemilih. Setiap menjelang pelaksanaan pemilu nasional atau lokal, partai politik melakukan aksi komunikasi yang jor-joran dengan asumsi akan semakin meningkatkan popularitas partai dan pencitraan sebagai sebuah partai besar yang kuat. Di televisi atau radio marak muncul iklan politik yang menampilkan figur tokoh politik dan janji-janji parpol yang besar. Di media cetak pun menunjukkan tren yang hampir seragam, halaman-halaman Koran dihiasi dengan iklan politik full colour dengan isi pesan yang tidak jauh berbeda. Selain menggunakan pendekatan iklan layanan masyarakat yang sangat persuasif, beberapa kandidat partisipan politik menggunakan metode pendekatan sedikit berbeda, penggunaan poling hasil riset dan kemudian menampilkannya di media diyakini dapat membangun kepercayaan publik yang tinggi.

Pertanyaan yang kemudian dapat dikembangkan adalah sejauhmana efektifitas dari kegiatan komunikasi tersebut mampu mendapatkan hasil yang maksimal? Apakah kegiatan komunikasi yang dilakukan berhasil secara signifikan membangun pencitraan dan reputasi partai dan individual politik. Hipotesis yang berkaitan dengan kegiatan komunikasi yang intensif akan membangun citra partai perlu dibuktikan kebenarannya. Dalam banyak kasus banyak sekali partai politik yang menggunakan berbagai sarana dan media komunikasi untuk pembangunan citra dan mendapatkan dukungan massa yang besar ternyata tidak terbukti.

Fakta tersebut diatas menunjukkan perlunya bagi organisasi politik untuk dapat mendesain kembali model dan cara komunikasi yang efektif untuk dapat dipergunakan sebagai salah satu cara pembangunan citra. Sebagai organisasi yang mengandalkan pada kepercayaan publik, persoalan citra positif menjadi sebuah keharusan tersendiri. Partai dengan citra yang baik akan mendapatkan simpati dan dukungan politik yang besar, sementara itu partai dengan citra yang buruk relative menjadi partai yang tidak diminati bahkan ditinggalkan oleh publik.

Strategi komunikasi yang dipergunakan oleh partai politik sebaiknya dikembangkan lebih baik lagi, penggunaan media komunikasi konvensional seperti televisi dan koran seharusnya di dukung dengan aktifitas komunikasi lain seperti event marketing dan juga media pendukung lainnya. Salah satu bentuk komunikasi yang diyakini memiliki efektifitas yang tinggi dalam pembangunan citra untuk mendapatkan simpatik dan dukungan publik adalah Corporate Social Resposibility atau tanggung jawab sosial perusahaan. Bentuk komunikasi ini berfokus pada upaya untuk melakukan dan menerjemahkan visi organisasi ke dalam misi sosial yang dimaksudkan untuk mendapatkan persepsi positif dari publik. Seperti yang dikemukakan oleh Bachtiar Chamsyah (2005:94) bahwa kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) pada awalnya hanya bersifat pilantropis yakni sekedar charity namun selanjutnya program-program pemberdayaan tersebut dikemas secara kompeten. Hal ini dilakukan karena di era global dimana sebuah citra diri (brand image) tidak hanya dibangun melalui anggaran iklan atau public relations, tetapi juga ditunjukkan akuntabilitasnya pada kepentingan public. Pada akhirnya diharapkan dunia usaha tergerak melakukan pemberdayaan demi citra diri (brand image) yang positif di mata masyarakat. Di beberapa negara maju, peran CSR bagi perusahaan ternyata cukup strategis dalam menaikkan brand perusahaan tersebut. Hingga dapat menggugah empati perusahaan atas keberadaan di sekelilingnya sekaligus sebagai peningkatan branding corporate.

Meskipun konsep tersebut menyoal relasi CSR dengan kepentingan bisnis, dalam perkembangannya hal tersebut sangat relevan sekali bila ditempatkan dalam konteks pemasaran politik terutama partai politik dan individual politik. Kedua komponen tersebut diatas sangat berhubungan sekali dengan kepentingan citra dan nama baik. Berbagai perilaku komunikasi seharusnya dilakukan sebagai upaya untuk mempercepat perolehan citra baik tersebut yang dalam jangka panjang akan memberi keuntungan berupa bertambahnya anggota dan simpatisan yang loyal.

Karakteristik Corporate Social Responsibility

Konsep tentang CSR sendiri pada dasarnya merupakan komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas (Wibisono, 2007, 7). Sedangkan John Elkington mengemukakan konsep 3P (Profit, People dan Planet) yang dituangkan dalam bukunya “Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line Twentieth Century Bussines, bahwa jika perusahaan ingin sustain maka perlu memperhatikan 3P, yakni bukan Cuma profit yang dituju namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut menjaga kelestarian lingkungan atau (planet). Konsep lainnya yang menkaji persoalan tentang CSR disampaikan oleh Kotler (2005:3) Corporate social responsibility is a commitment to improve community well-being through discretionary business and contributions corporate resources.

Berbagai pengertian diatas jelas menunjukkan bahwa esensi parktik CSR berfokus pada upaya untuk menunjukkan kepedulian dan komitmen yang tinggi organisasi pada masyarakat luas. Organisasi dalam konsep tersebut tidak haya berfokus pada upaya atau aktifitas untuk mendapatkan keuntungan bisnis semata, tetapi mulai berpikir untuk membangun komitmen dengan lingkungan sekitar dan kelompok yang lebih besar melalui aktifitas bersama memberdayakan masyarakat, memperbaiki kondisi fisik serta bersama-sama mencapai peningkatan kesejahteraan.

Sedangkan CSR bila ditinjau dari aspek manfaat akan memberikan dampak berupa kuatnya citra positif organisasi dimata publik, seperti yang dikemukakan oleh Wibisono (2007:78) bahwa terdapat beberapa keuntungan pelaksanaan kegiatan CSR,

Mempertahankan dan mendongkark reputasi dan brand image perusahaan
Perilaku organisasi yang positif akan mendapatkan banyak sekali manfaat positif bagi organisasi
Layak mendapatkan social license to operate
Kegiatan CSR akan membangun terciptanya sense of belonging masyarakat sasaran CSR terhadap organisasi penyelenggara CSR. CSR diharapkan akan menjadi asuransi sosial (social insurance) yang akan menghasilkan harmoni dan persepsi positif dari masyarakat terhadap eksistensi perusahaan.
Mereduksi resiko bisnis perusahaan
CSR merupakan upaya investatif yang dapat menurunkan resiko bisnis perusahaan, dengan meminimalisasi munculnya konflik dengan stakeholder karena ekspektasi yang tidak terpenuhi.
Membentangkan akses menuju market
CSR dapat membuka peluang untuk menuju pasar yang lebih besar, termasuk di dalamnya akan memupuk loyalitas dan menembus pangsa pasar yang baru.
Memperbaiki hubungan dengan stakeholder
Implementasi program CSR akan menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholder sehingga menciptakan kesempatan untuk pembangunan trust dengan stakeholder.

Sedangkan Gurvy Kavei dalam Pambudi (2006:24) mengungkapkan bahwa praktik CSR melahirkan lima keuntungan utama bagi organisasi (1) profitabilitas dan kinerja finasial yang lebih kokoh; (2) Meningkatkan akuntabilitas dan assessment komunitas investasi; (3) mendorong komitmen karyawan karena mereka diperhatikan dan dihargai; (4) Menurunkan kerentanan gejolak dengan komunitas; (5) mempertinggi reputasi dan corporate branding. Pernyataan Kavei tersebut sebanding dengan hasil riset SWA atas 45 perusahaan selama Juni-Desember 2005 yang tergambar dalam table manfaat sebagai berikur,

Tabel
Manafaat Pelaksanaan Kegiatan CSR

No.Manfaat Persentase
1 Memelihara dan meningkatkan citra perusahaan 37,38
2 Hubungan yang baik dengan masyarakat 16,82
3 Mendukung operasional perusahaan 10,28
4 Sarana aktualisasi perusahaan dengan karyawannya 8,88
5 Memperoleh bahan baku dan alat-alat produksi perusahaan 7,48
6 Mengurangi gangguan masyarakat pada operasional perusahaan 5,61
7 Lainnya…13,55
Sumber Riset SWA, 2005

Kegiatan CSR yang dilakukan dengan baik akan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan, dalam artian tujuan untuk pembangunan citra berupa persepsi dan penilaian positif akan diperoleh relatif lebih mudah di dapat dari segenap stakeholder yang terkait. Untuk mendapatkan hasil maksimal dari pelaksanaan kegiatan CSR menurut Ananto (2005) perlu dilakukan dengan memperhatikan prinsip sebagai berikut :

Terprogram
Bahwa pada intinya kegiatan CSR ini merupakan bentuk komitmen lembaga atau organisasi dengan publiknya dimana kegiatan CSR menjadi saran untuk bersama-sama mengatasi persoalan-persoalan publik
Terarah
Kegiatan CSR merupakan kegiatan yang Terintegrasi kedalam rencana perusahaan dalam jangka panjang bukan kegiatan insidental yang dimunculkan untuk merespon persoalan publik yang muncul saat itu
Teranggarkan
Anggaran kegiatan CSR masuk dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi
Terditeksi
Kegiatan CSR terarah kedalam salah 1 pilar kegiatan sehingga akan menjadi lebih fokus dan mencapai hasil yang lebih efektif
Terevaluasi (dapat diukur keberhasilannya)
Terakreditasi (dapat meningkatkan ‘brand’)
Ada NILAI yang dapat dirasakan

Sedangkan Sulistyaningtyas (2006) mengemukakan bahwa CSR dalam sebuah aktivitas menjadi sebuah rangkaian yang sistematik yang diturunkan drai visi dan misi organisasi, sensitivitas budaya organisasi, lingkungan dan operasionalisasi organisasi. Dimana kesemuanya itu dalam kerangka mewujudkan harmonisasi antara aspek manjerial dan public yang terlibat dengan organisasi tersebut. Aspek yang mendasari terwujudnya aktivitas CSR adalah inti dari organisasi, pembuat kebijakan, proses manajemen dan aktifitas yang komprehensif. Kerangka dari implementasi CSR idealnya diejawantahkan dalam sebuah perencanaan yang strategis dan dipahami oleh berbagai pihak dalam organisasi atau familiar, kemudian dipetakan dalam berbagai program, pada akhirnya dilaksanakan dengan strategi komunikasi yang tepat agar sesuai dengan tujuan program CSR tersebut. Pada sisi yang lain diharapkan agar tidak pernah melewatkan tahap monitoring dan evaluasi.

Berdasarkan situs (http://audentis.wordPublicrelationss.com/2005/10/08/140/) pelaksanaan Program CSR dapat dibagi dua, yaitu :
1) Program Pengembangan Masyarakat (Community Development/CD)
2) Program Pengembangan Hubungan/Relasi dengan publik (Relations Development/RD)
Sasaran dari Program CSR (CD & RD) adalah:
1) Pemberdayaan SDM lokal (pelajar, pemuda dan mahasiswa termasuk di dalamnya);
2) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat sekitar daerah operasi;
3) Pembangunan fasilitas sosial/umum,
4) Pengembangan kesehatan masyarakat,
5) Sosbud, dan lain-lain.

Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri di sebuah kawasan, dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholders yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya. Atau dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun global. Karenanya pengembangan CSR ke depan seyogianya mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan (Sustainability development).
Prinsip keberlanjutan ini mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam Proses pengembangannya tiga stakeholders inti diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat.
Dalam implementasinya, diharapkan ketiga elemen di atas saling berinteraksi dan mendukung, karenanya dibutuhkan partisipasi aktif masing-masing stakeholders agar dapat bersinergi, untuk mewujudkan dialog secara komprehensif. Karena dengan partisipasi aktif para stakeholders diharapkan pengambilan keputusan, menjalankan keputusan, dan pertanggungjawaban dari implementasi CSR akan di emban secara bersama. Tapi dalam hal memandang dan menyikapi CSR ke depan, sesungguhnya perlu ada kajian dan sosialisasi yang serius di internal perusahaan dari semua departemen di dalamnya. Paling tidak untuk menyamakan persepsi di antara pelaku dan pengambil kebijakan di dalam satu perusahaan, karena perubahan paradigma pengelolaan perusahaan yang terjadi saat ini, baik ditingkat lokal maupun global, tidak serta merta dipahami oleh pengelola dan pengambil kebijakan di satu perusahaan sehingga pemahaman akan wacana dan implementasi CSR beragam pula, dan otomatis akan mengalami hambatan-hambatan secara internal perusahaan.


CSR Untuk Pembangunan Citra Partai Politik

Tanggung Jawab Sosial Korporasi atau organisasi dapat dijabarkan kedalam berbagai bentuk oleh masing-masing partai politik. Hal tersebut tergantung dengan tujuan organisasi, orientasi politik dan image yang ingin dibentuk di mata masyarakat luas. Pelaksanaan kegiatan CSR dalam partai politik dapat membidik kelompok publik internal atau eksternal. Aktifitas tentang pelaksanaan kegiatan CSR haruslah tertuang dalam perencanaan dan pemrograman kegiatan partai politik, serta tercakup dalam RAPB Organisasi. Semua aturan tentang kegiatan CSR haruslah dipilah berdasarkan ruang lingkupnya. Mengacu pada definisi CSR yangtelah diungkapkan sebelumnya bahwa kegiatan CSR Partai Politik tidak jauh berbeda dengan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi profit. Substansi yang perlu diperhatikan bahwa pelaksanaan kegiatan CSR harus menghidari kegiatan yang bertema karitas dimana sifatnya yang hanya sesaat dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak dalam masyrakat (Rusfadia, 2006, 43)

Selain itu kegiatan CSR yang dilakukan oleh partai politik jangan berfokus pada kegiatan yang sifatnya filantropi, tetapi lebih pada upaya untuk dapat menciptakan kegiatan yang memiliki sifat berkelanjutan dan memberikan manfaat yang tinggi kepada masyarakat luas. Partai politik dapat memilih kegiatan CSR yang membantu untuk dapat mensukseskan pembangunan berkelanjutan dengan memilih sektor-sektor yang berhubungan dengan masyarakat luas.

Seperti gagasan yang dikemukakan oleh Edi Suharto (2006:54) partai politik dapat melakukan kegiatan CSR dengan fokus pada pembangunan sosial yang dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu

1. Pendekatan Individu
Pendekatan ini menganggap bahwa kesejahteraan akan meningkat apabila individu dalam masyarakat berusaha meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri, dimana peran partai politik dapat dipergunakan untuk membantu individu beraprtisipasi secara efektif dalam ekonomi pasar. Parati politik dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang berfokus pada upaya untuk memberikan keahlian bagi para individu sehingga mampu menciptakan usaha sendiri dan memperoleh manfaat dari aktifitas tersebut. Inti dari kegiatan ini adalah kemampuan dari partai politik untuk mendorong terciptanya semangat wiraswata, pengembangan usaha kecil dan peningkatan keberfungsian individu.

2. Masyarakat Lokal
Sedangkan dalam pendekatan ini kegiatan CSR dalam dilakukan dalam bentuk pembangunan sosial dimana keberhasilan pembangunan ditentukan oleh masyrakatnya itu sendiri. Dalam kapasitas ini partai politik dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan pendekatan partisipatif dimana masyarakat lokal diminta untuk menyelesaikan permasalahan lokal, serta dapat berfokus pada kegiatan yang mengusung tema gender dan upaya untuk meningkatkan peran serta aktif perempuan dalam pembangunan.

Pada saat menentukan dan memilih kegiatan CSR yang akan dilakukan partai politik perlu menentukan kegiatan yang mengacu kepada Visi dan Misi partai, dimana penetapan visi akan memberikan gambaran tentang manfaat daripada kegiatan tersebut kedapannya bagi partai, sedangkan visi sendiri lebih kepada upaya untuk menjelaskan latar belakang partai melaksanakan kegiatan tersebut. Visi menginformasikan pada khalayak luas tentang partai dan relevansinya dengan kegiatan CSR.

Langkah berikutnya adalah menetapkan tujuan pelaksanaan kegiatan CSR, dimana tujuan ini akan mendeskripsikan mengenai apa yang akan dilakukan oleh partai politik dan kapan kegiatan tersebut diproyeksikan akan selesai, setalah itu dilakukan dengan menetapkan kebijakan tentang bentuk kegiatan CSR yang akan dilakukan yang mengacu pada bentuk Community Development Tau Relationship Develepoment, atau dapat pula mengacu pada CSR dengan pendekatan individu atau masyarakat. Hal penting lainnya yang perlu dilakukan adalah menyediakan SDM yang mendukung, dimana SDM tersebut harus memiliki kualifikasi berupa pengetahuan yang luas, karakter yang baik dan loyal, semangat kerja yang tinggi, inisiatif, proaktif dan kraetif.
Menurut Wibisono (2006:133) yang diadaptasi dari Natural Resources Canada berikut adalah rekomendasi program CSR yang dapat dilakukan oleh partai politik dalam pembangunan reputasi.

No
Bidang-Bidang CSR
Program Yang Bisa Dilakukan
1 Komunitas dan Masyarakat Luas
· Filantropi
· Kajian Dampak Sosial
· Program Pengembangan masyarakat
· Pemantauan HAM
· Program Penduduk Setempat
· Program Respon Darurat
· Latihan Kepekaan cultural
2 Program Lingkungan
· Pelatihan Manajemen Daur Ulang
· Program Efisiensi Sumber Daya
· Program Manajemen Emisi (Udara, air, tanah)
· Program Energi Alternatif
3 Program Komunikasi dan Pelaporan
· Memasukan data kontribusi sosial ke laporan tahunan
· Membuat laporan tentang tanggung jawab sosial organisasi


Sedangkan alternatif lain bidang yang dapat dipilih dalam pelaksanaan kegiatan CSR meliputi

No
Bidang-Bidang CSR
Program Yang Bisa Dilakukan
1 Sosial
· Pendidikan/Pelatihan
· Kesehatan
· Kesejahteraan Sosial
· Kepemudaan
· Penguatan Kelembagaan
· Gender
· Keagamaan
· Budaya
2 Ekonomi
· Kewirausahaan
· Pembinaan UKM
· Agribisnis

· Pembukaan Lapangan Kerja
· Sarana dan Prasarana Ekonomi
· Usaha Produktif
3 Lingkungan
· Penggunaan Energi secara efisien
· Pengendalian Polusi
· Penghijauan
· Pelestarian alam
· Pengembangan ekowisata
· Penyehatan Lingkungan
· Perumahan dan pemukiman

Setelah merencanakan bentuk kegiatan CSR yang akan dilakukan, mengimplementasikan dan mengevaluasi kegiatan, tahapan penting yang perlu dilakukan adalah mengkomunikasikan kepada khalayak luas. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai salah bentuk untuk membangun persepsi positif public terhadap aktifitas yang dilakukan partai politik. Seperti yang diungkapkan Sulistyaningtyas (2006) bahwa berbagai program yang didesain oleh organisasi termasuk program kampanye sosial, menjadi asset pembentuk reputasi, dimana kegiatan ini dibentuk untuk mengubah perilaku masyarakat yang berakar pada isu-isu sosial yang ada di masyarakat. Dalam proses kampanye sosial beberapa hal yang perlu dilihat dan diperhatikan lebih serius dapat ditinjau dari berbagai hal seperti (1) input bagaimana produk kampanye tersebut didistribusikan (2) Output bagaimana produk tersebut dipergunakan (3) Outcome, melibatkan pengukuran efek akhir dari komunikasi. Substansi dari hal tersebut diatas mengarah pada satu kesimpulan bahwa persepsi public terhadap produk kampanye sosial dalam bentukm CSR akan berimplikasi pada organisasi pembuat produk tersebut, tidak di dasarkan pada pesan program kampanye itu saja, namun lebih kepada proses yang melibatkan segala unsur yang dimiliki oleh obyek tersebut.

Kesimpulan

Perkembangan politik dan demokrasi di Indonesia memberikan angin segar bagi sebagian besar masyarakat yang memiliki ketertarikan di di dunia politik, ditambah dengan sistem multipartai menciptakan memberikan peluang bagi terciptanya kompetisi antar partai untuk menarik dan mendapatkan pendukung sebanyak-banyaknya. Banyak partai politik yang menggunakan model komunikasi yang sifatnya konvensional seperti pengerahan massa besar-besar serta pawai politik. Model komunikasi tersebut oleh sebagian besar masih dipertanyakan efektifitasnya. Dalam konteks ini penting bagi partai politik untuk dapat mengemas komunikasi dalam bentuk yang relatif lebih unik, menarik serta mempunyai nilai dan manfaat yang tinggi. Salah satu bentuk kegiatan komunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan corporate social responsibility. Kegiatan yang masuk dalam aktifitas public relations diyakini mampu menjadi alat paling ampuh untuk pembangunan citra partai. Partai politik dapat memilih bentuk kegiatan CSR yang berfokus pada Community Develepment atau Relations Development. hal yang terpenting dan perlu diperhatikan adalah kegiatan CSR harus memiliki semangat berkelanjutan, terprogram atau terencana serta mendukung pembangunan nasional berkelanjutan. Pelaksnaan kegiatan CSR harus dikelola oleh SDM yang memiliki kompetensi dan karakter yang baik sehingga mampu menghasilkan kegiatan CSR yang benar-benar memberikan manfaat kepada publik berupa peningkatan kesejahteraan atau kepada organisasi berupa penguatan citra atau reputasi. Proses mendapatkan reputasi positif partai politik dilakukan dengan mengkomunikasikan kegiatan CSR melalui aktifitas kampanye komunikasi sosial dalam skala yang lebih luas.
Daftar Pustaka

Kotler, Philip, 2005. Corporate Social Responsibility, Wiley, New Jersey

Saktiyanti, Rusfadia, 2006. Seri Philanthropy Research Award Menilai Tanggung Jawab Sosial Televisi, Ford Foundation, Jakarta

Nursal, Adman, 2004. Political Marketing Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Wibawanto, Agung, 2006. Panduan Strategi Menang Pilkada, Pondok Edukasi, Bantul

Wibisono, Yusuf, 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fascho Publishing, Gresik

…, 2006. Investasi Sosial, PUSEPNSOS Latofi Enterprise, Jakarta

Sulistyanigtyas, Ike Devi, Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 3 Nomor 1, Juni 2006, Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Atmajaya Yogyakarta

http://audentis.wordPublicrelationss.com/2005/10/08/140

Suara Merdeka, 17 November 2007
[1] Staf Pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro Semarang

Tidak ada komentar: